Search

Demam Role Play di Kalangan Remaja, Bahaya or Bermanfaat?

demam roleplay di kalangan remaja

Aloha, sahabat bunda. Beberapa waktu lalu di sebuah whatsapp grup yang banyak membahas tentang psikologi dan kesehatan mental, kami membahas mengenai role play di kalangan remaja. Sudah pernah dengar tentang hal ini, atau masih istilah baru juga untuk para sahabat?

Role play yang saya tahu selama ini adalah bermain peran. Kalau dulu zaman sekolah biasanya ada pementasan drama. Saya suka sekali ambil bagian dalam pementasan semacam ini. Memainkan karakter yang berbeda dengan diri sendiri sungguh menantang dan menyenangkan. Hingga kuliah saya masih aktif pentas beberapa kali di panggung teater.

Namun role play yang saat ini sedang hype di kalangan remaja dilakukan secara online. Maraknya sih di media sosial, baik itu Facebook Group atau di Twitter. Malah saya juga sempat menemukan beberapa di telegram. Cari saja dengan keyword ‘role play game’ nanti akan keluar banyak grup-grup sejenis.

Pertanyaannya, apakah perilaku role play di kalangan remaja ini termasuk menyimpang? Menurut mbak Fauzia, psikolog keluarga yang juga founder dari Komunitas Nata Diri, sejauh ini perilaku roleplay belum masuk ke DSM V, jadi belum bisa dikatakan menyimpang.

Mungkin bisa dikatakan menyimpang jika

  • Menimbulkan adiksi medsos.
  • Menciptakan alterego yang terlalu kuat, sehingga bisa menghapus ego yang ada. Tapi bukan gangguan kepribadian ganda ya.
  • Menciptakan perilaku hikikomori.

Fyi, Hikikomori adalah sebuah fenomena sosial di Jepang dimana seseorang menarik diri dari lingkungan sosial karena suatu alasan. Jangka waktu seseorang untuk menarik diri tersebut sangat lama hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Istilah hikikomori diciptakan oleh Dr. Tamaki Saito, seorang psikolog Jepang.

Jadi biar kegiatan role play ini tidak membahayakan bagi kesehatan mental remaja, sebagai orangtua apa yang harus dilakukan, sahabat bunda?

Contents

Pengertian Role Play di Kalangan Remaja

Permainan role play atau sering disebut roleplay world (RWP)  adalah permainan yang pemainnya membuat suatu akun di media sosial, namun ia membuat akun tersebut menggunakan data diri orang yang akan diperankan/diparodikannya.

Tokoh yang paling populer diperankan adalah anggota K-Pop, ada juga tokoh politik dan lain sebagainya.

Role play di kalangan remaja dilakukang dengan cara membayangkan dirinya berada di suatu tempat dan memainkan peran orang lain. Remaja memilih 1 tokoh yang akan diperankan, kemudian membuat akun twitter atau media sosial lainnya dengan foto profil tokoh tersebut.

contoh tokoh roleplay media sosial

Seorang roleplayer harus biasanya akan melakukan hal-hal berikut:

  • Membuat akun di Twitter dengan nama tokoh tertentu.
  • Memposting status di timeline-nya, seakan-akan remaja menjadi tokoh tersebut.
  • Mengunggah foto-foto karakter yang diperankannya.

Salah satu penelitian di Indonesia tahun 2017, ada 210.000 pengguna aktif akun roleplay di satu  channel twitter. Di twitter ada beberapa channel yang jadi tempat kumpul para pemain roleplay. Sekarang tahun 2021 dan demam kpop makin naik daun, mungkin sahabat bunda bisa memperkirakan seberapa banyak jumlah role player sekarang ini.

Sharing dari pak Riki, member dari Nata Diri, sebenarnya bagi orang dewasa, role play itu banyak fungsinya. Selain playing make believe, juga bisa untuk stress relieve. Bahkan ada komunitas role play yang serius dan melakukannya sebagai sarana preservasi sejarah. Dengan catatan para role player punya “jangkar” yang kuat dengan egonya.

Role play sendiri awalnya merupakan salah satu genre dalam video game, dikenal sebagai role playing game (RPG). RPG ini, dilihat sekilas seperti game petualangan, lebih menekankan kepada kekuatan bercerita daripada aksi yang dilakukan

Cerita yang umum diangkat dalam RPG seperti sekelompok ksatria yang bersatu untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan. Aspek role play pada RPG ini ditekankan kepada pemain yang (seakan-akan) memerankan tokoh utama, role play menjadi tokoh utama. Nah genre RPG ini, dengan perkembangan teknologi, juga mengenal permainan yang bersifat online. Pada permainan RPG online ini, pemain bermain bersama-sama dengan banyak pemain lain dari seluruh dunia.

Selain memerankan tokoh utama, pemain terkadang bersama pemain-pemain lainnya terlibat dalam aktivitas role play.  Tapi ya begitu log out dari game,  semua role player kembali ke kehidupan nyata, ya masih fungsional. masih bekerja, bersosialisasi dengan teman dll.

Orang dewasa memiliki kontrol diri yang lebih kuat dari anak remaja. Lantas bagaimana anak remaja yang konsep dirinya belum kuat, apakah tidak berbahaya melakukan permainan ini?

Bahkan dari pengalaman saya berteater kampus, saat memasuki karakter tertentu selama berbulan-bulan. Untuk bisa lepas dari karakter tersebut, butuh waktu dan cara-cara yang cukup panjang. Masih ingat cerita pemeran Joker yang akhirnya bunuh diri karena terlalu mendalami karakter tersebut?

Oleh karenanya aktivitas role play pada remaja sebaiknya dilakukan dengan pengawasan orangtua. Syukur-syukur bisa diarahkan pada aktivitas yang lebih nyata, bukan sekadar online.

Mengapa Banyak Remaja Melakukan Role Play?

Sebelum kita bareng-bareng mencari solusi yang tepat agar role play lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya. Saya mau ajak para sahabat bunda mencari tahu mengapa sih anak-anak remaja zaman now bisa sampai demam role play?

Menurut mbak Zia, ada beberapa situasi di real life remaja itu lebih menyiksa psikologis daripada dunia maya atau dunia role play. Bisa diartikan, role play di kalangan remaja merupakan cara mereka untuk lari dari tekanan-tekanan di dunia nyata, Mungkin PR yang menumpuk, orangtua yang terlalu banyak ngomel marah-marah dan jarang duduk bersama dengan mereka, bisa menjadi alasan-alasan para remaja demam melakukan role play.

Pernah dengar apa istilah BLAST? Merupakan singkatan dari boring, lonely, angry, stress and tired. Banyak anak remaja zaman now yang mengalami BLAST hingga akhirnya menemukan role play sebagai aktivitas yang asyik dan menantang.

Berikut beberapa alasan mengapa remaja banyak yang melakukan role play:

  • Merasa bosan di kehidupan nyata, dan mencari kesibukan di dunia maya.
  • Merasa mendapatkan tempat yang nyaman untuk berinteraksi dan mendapatkan teman baru, meskipun menggunakan persona.
  • Mendapatkan kehidupan baru yang sesuai dengan khayalan remaja.
  • Mencari teman yang bisa mengerti dan menerima remaja apa adanya, meskipun si remaja menggunakan persona idola.
  • Mencari informasi kegiatan dan karakter idolanya.
  • Sekedar ikut-ikutan ajakan teman.
  • Ingin mendapatkan rasa puas atas keberhasilan menerankan tokoh idola.
  • Meningkatkan keterampilan berkomunikasi
role play di kalangan remaja
Sumber gambar: Tirto.id

Dampak Positif dari Permainan Role Play

Sebenarnya jika diarahkan dengan tepat, role play memiliki manfaat yang cukup baik bagi remaja, antara lain:

  • Remaja belajar berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai tipe karakter tokoh
  • Remaja mendapatkan sarana untuk mengasah bakat mendalami peran dan berakting
  • Remaja merasa lebih percaya diri karena mendapatkan teman yang tidak menghakimi dan menerima si remaja

Dampak Buruk dari Permainan Role Play

Di samping sisi positif, tentu saja permainan ini pun bisa membawa dampak negatif. Apalagi jika tidak terkontrol dan diawasi dengan benar. Berikut ini hal-hal negatif yang merupakan dampak dari role play:

  • Mengeksplorasi seksualitas. Remaja di RWP bebas berimajinasi dan berinteraksi verbal dan nonverbal sepuar kegiatan seksual. Baik itu aktivitas seksual normal, biseks, gay, lesbian, gangbang, dan sejenisnya.
  • Sarana mencari jodoh online. Bahkan di RWP disediakan fasilitas mengadopsi anak, menikah, dan menjalin relasi jenis lainnya.
  • Terlalu dalam memakai persona sehingga kehilangan identitas dan berubah menjadi identitas sang tokoh.
  • Menciptakan budaya hikikomori. Yaitu remaja terlalu menikmati dunia maya sehingga meninggalkan aktivitas di dunia nyata.
  • Sulit membedakan mana dunia nyata dan dunia khayal.

Solusi untuk Anak Remaja yang Demam Role Play

Kalau dilihat dari daftar di atas, sisi negatifnya jauh lebih banyak dari sisi positifnya ya, sahabat bunda? Jadi apakah sebagai orangtua yang punya anak remaja kita harus langsung melarang anak-anak bermain role play? Bukankan semakin dilarang, anak-anak biasanya semakin tertantang untuk melawan?

Menurut saya sebagai orangtua, kita bisa melakukan hal-hal berikut ini untuk mengawasi aktivitas permainan role play pada anak remaja:

  • Perbanyak waktu ngobrol dari hati ke hati. Jika anak sudah mengenal dan melakukan role play, tanyakan padanya alasan melakukan hal tersebut. Apakah sekadar ikut-ikutan atau ada hal mendasar lainnya.
  • Ajak anak diskusi tentang tokoh yang diperankannya. Mengapa memilih karakter tersebut dan bagaimana memerankannya.
  • Buka mata anak tentang sisi positif dan negatif dari permainan yang dilakukannya. Yakinkan anak untuk mau bercerita segala hal kepada kita. Sehingga saat terjadi masalah yang tak diinginkan, orangtua bisa berdiskusi dengan anak apa solusi yang terbaik.
  • Memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang do dan donts dalam bermain role play. Tentu saja kita bisa mencapai tahap ini jika komunikasi dan bonding dengan anak terjalin baik.
  • Ajak anak bermain role play di dunia nyata. Daripada bermain peran di dunia online, anak bisa dikenalkan dengan dunia teater dan drama. Sama-sama bermain peran dan jauh lebih mudah mengawasinya. Saat anak latihan pun, orangtua masih bisa mengawasinya.

Demam role play di kalangan remaja mungkin terasa mengkhawatirkan bagi sebagian besar orangtua. Namun khawatir berlebihan pun hanya akan membuat kita uring-uringan. Untuk menemukan solusi terbaik, sahabat bunda yang memiliki anak remaja perlu berpikir dengan tenang dan kepala dingin. Yakinlah Allah sebaik-baik penjaga. Tugas kita sebagai orangtua adalah mendampingi dan mengarahkan mereka dengan tepat. Terus semangat untuk masuk ke dunia anak-anak dan menjadi sahabat bagi mereka.

One Reply to “Demam Role Play di Kalangan Remaja, Bahaya or Bermanfaat?”

  1. Meirna says: April 2, 2021 at 10:03 pm

    halo mba. banyak ini di ig, tiktok, dan sosmed lainnya. banyak yang punya fake account or second account terus user namenya nama bias/idolanya.
    aku pernah denger istilah role play. lupa2 inget. kayaknya dulu belum dibahas pas zamanku kuliah. hhehe.
    pandemi covid-19 mungkin bisa sebagai pemicunya ya. karena bosen kan para remaja. belajar online, aktivitas lebih banyak di rumah.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">html</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*