Membicarakan momen lebaran paling berkesan memang tak bisa jauh dari kenangan masa kecil. Saat di mana gagdet belum menjadi pengganggu kebersamaan. Saat di mana silaturahmi bisa semarak tanpa ada yang asyik mojok sendiri dan sibuk dengan gadgetnya.
Contents
Momen Lebaran Paling Berkesan di Masa Kecil
Kalau mengingat momen lebaran di masa kecil, memang rasanya ada banyak hal yang ingin diulang. Suasana lebaran yang syahdu masih terasa hangat hingga sekarang. Terkadang menimbulkan kerinduan tersendiri karena ada banyak momen yang tak lagi bisa terulangi.
Berikut ini beberapa momen lebaran paling berkesan:
1. Takbiran Keliling Kampung
Keluarga saya saat itu tinggal di Salatiga, sementara eyang tinggal di Semarang. Ada kalanya satu minggu sebelum lebaran tiba, saya sudah diantarkan bapak ibu ke Semarang. Namun ada kalanya kami berangkat ke Semarang seusai sholat idul fitri.
Namun perbedaan situasi tersebut tidaklah memiliki dampak yang banyak. Menghabiskan malam takbiran di Salatiga dan Semarang pada saat itu memiliki nuansa yang hampir sama. Biasanya anak-anak kecil akan dikumpulkan di masjid, lalu dibawakan obor untuk berkeliling kampung.
Senang sekali rasanya berjalan kaki mengelilingi satu perumahan sambil mengumandangkan takbir berkali-kali. Kaki tak merasakan lelah karena semangat dan suka cita.
2. Bermain Kembang Api di Malam Takbiran
Selain takbir keliling, biasanya saya dan adik-adik akan menghabiskan malam takbiran dengan bermain kembang api. Tak jarang kami juga mengajak teman-teman untuk ikut serta. Jika bertakbiran di rumah eyang, stok kembang api akan semakin banyak. Biasanya tetangga sebelah rumah eyang akan memberikan kembang api beberapa bungkus. Senangnya…
3. Serunya Membuka Parsel
Eyang kakung pada masanya adalah seorang kepala sekolah yang disegani. Lalu sempat naik jabatan menjadi pengawas sekolah. Tak sedikit yang mengirimi parsel untuk beliau. Meski berkali-kali eyang menolaknya, parsel-parsel lain akan kembali berdatangan.
Parsel tersebut menjadi hiburan tersendiri untuk para cucunya. BIasanya aku dan adik sepupuku akan berlomba-lomba membuka parsel. Memilih snack yang kami incar dan asyik menghabiskannya bersama-sama.
Di antara banyaknya parsel yang pernah diterima, saya ingat sekali pernah membuka parsel berisi sekotak cokelat Delfi. Wah, langsung dong kami serbu cokelat itu. Tanpa menunggu lama langsung tandas tak bersisa.
4. Masak Ketupat dan Opor Ayam
Saat eyang putri masih sehat, beliau selalu memasak opor ayam dan ketupatnya sendiri. Seingat saya saat itu eyang buyut juga masih ada. Pagi-pagi sekali eyang putri mengajak saya ke Pasar Karangayu membeli janur dan selongsong ketupat. Juga beberapa bahan yang akan digunakan untuk masak opor ayam dan sambal goreng.
Eyang putri sengaja membeli janur untuk mengajari saya membuat ketupat, meski pada akhirnya tidak berhasil. Untung eyang juga membeli selongsong ketupat yang sudah jadi, sehingga tinggal memasukkan beras ke dalamnya. Sampai sekarang pun saya belum bisa membuat ketupat sendiri. Lebih memilih beli ketupat jadi dan tinggal leb. Ah, memang generasi instan nih, hehe.
Ngobrolin soal memasak opor ayam, saya jadi ingat bahwa saat duduk di bangku SMA, saya pernah diminta ibu untuk memasak opor. Nggak tanggung-tanggung, ayam yang harus dimasak saat itu 2 atau 3 ekor. Tak hanya itu, saya juga harus membuat sambal goreng telur.
Berhubung pada saat itu, ibu saya sudah jatuh sakit dan hanya bisa melakukan aktivitas di tempat tidur. Semua pekerjaan memasak diserahkan pada saya. Semua bahan dan bumbu sudah disiapkan, saya tinggal mengolahnya. Ibu memandu proses memasak di dalam kamar.
Saat itu saya memulai memasak kurang lebih jam 3 sore. Bisa tebak jam berapakah masakannya selesai diolah? Jam 11 malam, sahabat!
Rasanya lelah bertubi-tubi. Yang ada pas hari lebaran saya kecapaian dan pengen cepat tidur lagi setelah sholat idul fitri. Sayangnya kan nggak mungkin karena ada agenda silaturahmi yang harus diikuti.
Sejak saat itu saya nggak mau lagi masak menu lebaran, hehe. Dan meminta ibu pesan ke tetangga yang menyediakan katering. Kebiasaan itu berlanjut hingga sekarang. Termasuk juga kue-kue lebaran, saya memilih pesan dan membeli di teman atau saudara yang ahli membuatnya, daripada harus membuat sendiri.
5. Silaturahmi Keluarga Besar
Ini adalah momen yang selalu dinanti. Bisa bertemu dengan seluruh keluarga besar tanpa terkecuali. Jarang-jarang bisa bertemu seluruh keluarga lintas generasi.
Karena eyang kakung adalah anak tertua di keluarganya, adik-adiknya beserta anak cucunya akan berkunjung ke rumah eyang seusai sholat idul fitri. Rame dan tumpah ruah. Sejujurnya saya pun tak begitu hafal nama-nama kerabat saking banyaknya.
Hingga ada sebuah momen lucu. Ketika saya sudah berkuliah, ada satu masa di mana saat silaturahmi keluarga besar, saya bertemu dengan teman kuliah. Nggak menyangka ternyata kami masih saudara. Begitulah saking banyaknya sampai saudara yang berkuliah di kampus yang sama pun nggak ngeh, wkwk. Parah banget nggak sih?
Sejak saat itu kalau ketemu di kampus, saudara saya akan melambaikan tangan sambil bilang, “Hai saudaraku, apa kabar?” Wkwkwk.
Berkaitan dengan silaturahmi keluarga besar, ada momen lain yang juga tak kalah berkesan. Sejak ibu saya jatuh sakit, ada kalanya keluarga Semarang yang datang ke Salatiga. Biasanya setelah berkumpul bersama di rumah bapak ibu, kami akan langsung cuzz ke Kopeng untuk menikmati suasana sejuknya.
Eyang putri dan bulik-bulik biasanya sudah membawa bekal sendiri. Sesampainya di Kopeng hanya menggelar tikar dan melihat suasana sekitar. Biasanya akan memborong jagung rebus dan ampyang (gula kacang).
Eyang putri juga biasanya akan membeli beberapa tanaman untuk dibawa ke Semarang. Para cucu akan ditawari apakah mau naik kuda. Aaah, sungguh rindu lagi hari-hari itu. Kini lebaran tak lagi lengkap karena eyang putri, eyang kakung, bapak, ibu dan adik saya satu-satunya telah berpulang ke haribaan Allah.
Itulah momen lebaran paling berkesan di masa kecil, kalau sahabat ada momen berkesan apa di saat hari lebaran? Mau dong diceritakan di kolom komentar.