Sebagai anak bahasa, saya agak tersindir dengan tema hari ini; bahasa yang ingin dikuasai. Dulu sekaliiii, zaman masih SMA, saya pernah bercita-cita menjadi polyglot. Alias orang yang menguasai banyak bahasa.
Saat itu sungguh berapi-api cita-cita saya. Membayangkan kelak dengan kemampuan bahasa yang saya miliki, saya bisa berkeliling ke seluruh dunia, wkwk. Apakah tercapai? Tercapai kok, lewat gadget kan sekarang bisa keliling dunia pakai Google Earth, hihi.
Jujur, saya sendiri bertanya-tanya sejak kapan ketertarikan pada bahasa menurun drastis. Saya tak lagi menggebu-gebu pengen bisa menjadi polyglot. Malah karena jarang dipakai, beberapa bahasa yang sudah saya pelajari menghilang.
Sama halnya dengan kemampuan lainnya, bahasa pun jika tidak dilatih dan diupdate secara konsisten, lama-lama aus juga. Jadi malu deh kalau lihat piagam lulusan terbaik dari sebuah Fakultas Bahasa dan Sastra belasan tahun silam, wkwk.
Beruntungnya kok anak-anak memiliki kecerdasan bahasa yang dominan, sehingga mau tak mau bundanya mengimbangi keingintahuan mereka untuk belajar.
Contents
5 Bahasa yang Ingin Dikuasai, Apa Saja?
Jika ditanya apa saja bahasa yang ingin dikuasai saat ini, maka jawabannya:
1. Bahasa Indonesia
Ada apa dengan bahasa Indonesia? Bukannya sebagai orang Indonesia pasti sudah fasih berbahasa ini? Ya mungkin untuk percakapan sehari-hari, bisalah ya. Namun sebagai orang yang bekerja di ranah literasi, saya merasa bahasa Indonesia adalah salah satu kemampuan yang harus terus dipelajari dan ditingkatkan.
Masih banyak tata bahasa yang kurang pas. Ada banyak kosakata yang belum saya kuasai. Hal tersebut terasa ketika saat menulis blog. Mungkin kalau blog ini punya editor tersendiri, bakal disuruh tulis ulang semua artikel yang sudah saya buat, hehe.
Ada beberapa tata bahasa yang berkembang dan berubah. Apa yang saya pelajari di kelas Bahasa zaman SMA dulu, banyak yang tidak lagi berlaku saat ini. Jadi, meski ini bahasa ibu, saya merasa perlu untuk terus update mempelajarinya.
2. Bahasa Arab
Bahasa kedua yang sangat ingin saya kuasai adalah Bahasa Arab. Sebagai umat muslim, saya meyakini bahwa bahasa Arab adalah bahasa surga. Bahkan kitab suci umat muslim ditulis dalam bahasa ini. Tentu saja untuk bisa memahami lebih baik adalah dengan mempelajari bahasanya.
Ya, sudah ada banyak transliterasi dan tafsir yang beredar. Namun jika bisa memahami bahasanya, tentu arti yang disampaikan lewat ayat-ayat Al Quran akan lebih nyess di hati. Sederhananya, saya ingin saat nanti mendapat kesempatan ke tanah suci, saya tak perlu kebingungan karena menguasai bahasanya.
Sebenarnya saya sudah pernah belajar bahasa Arab sejak beberapa tahun lalu, tapi ya gitu deh nggak konsisten. Jadi ya kemampuannya pun nggak meningkat, bahkan pelan-pelan mungkin akan disusul oleh anak saya yang di sekolahnya juga diajari bahasa ini.
3. Bahasa Jawa
Nah, lho… setelah bahasa Indonesia nongol di nomor satu, kok sekarang malah ada bahasa Jawa di peringkat ketiga, maksudnya apa nih?
Sebagai orang Jawa, saya merasa sudah kehilangan kejawaan. Terbukti, saya gagal mengajarkan bahasa Jawa ke anak-anak. Saat saya dan ayahnya berbincang dengan bahasa Jawa, anak saya dipastikan nggak bakal paham apa maksudnya. Sedih sih.
Dulu ibu saya mengajarkan bahasa Jawa menjadi bahasa ibu selain bahasa Indonesia. Sampai duduk di bangku TK, bahasa Jawa krama alus masih menjadi makanan sehari-hari. Kalau bertemu dengan orang yang lebih tua, saya akan menyapa dengan bahasa Jawa krama alus.
Namun ketika masuk SD, di mana pergaulan sebaya semakin intens, hilang sudah krama alus yang diajarkan kepada ibu. Berganti dengan bahasa ngoko alias bahasa percakapan sehari-hari. Itupun saya tak lagi bisa menulis dan membaca aksara Jawa.
Buat saya kebudayaan dan bahasa Jawa itu indah. Dan melestarikannya adalah sebuah PR bagi generasi muda agar tidak aus dimakan zaman.
4. Bahasa Korea
Hahahaha, habis dari bahasa Jawa lompat ke bahasa Korea. Sudahlah, kalau ini jangan ditanya alasannya. Tentu saja karena efek dari drama Korea yang suka ditonton. Kebetulan skill bahasa saya memang mudah terasah dengan melihat dan mendengar. Menonton film adalah salah satu cara untuk meningkatkan skill tersebut.
Ketika setiap hari nonton drama Korea, lama-lama ada beberapa kosakata yang mulai hafal. Tahu bagaimana pengucapan, arti dan fungsinya. Namun kan nggak bisa berhenti hanya di situ. Saya juga tertarik mempelajari tulisan Korea.
5. Relearn Bahasa Inggris, Jepang dan Mandarin
Well, bahasa itu sesuatu yang harus selalu dipelajari dan diupdate terus-menerus. Bukan yang setelah lulus kuliah, nggak dipakai dan berharap skill itu masih nempel dengan kualitas yang sama. Big no.
Belasan tahun lulus kuliah, jikalau sekarang dites TOEFL, sepertinya hasilnya bakalan dropsay. Tahun lalu saya sempat ikut kelas Bahasa Inggris yang diadakan oleh sebuah lembaga secara online. Seperti biasa sebelum memasuki kelasnya, ada placement test yang harus dikerjakan. Wah, saya excited sekali. Pengen tahu seberapa kemampuan yang tersisa.
Eng ing eng… nilai saya anjlok dong. Masuknya cuma kategori B aja, wkwkw. Duh, memalukan. Bahkan sebagai seorang lulusan Sastra Inggris, saya baru sadar di rumah nggak ada kamus bahasa Inggris. Menyadari hal ini, beberapa bulan lalu saya beli kamus Oxford dong.
Awalnya dulu sih untuk persiapan melamar kerja di sebuah perusahaan non profit yang pemiliknya bule. Namun pada akhirnya justru menjadi penyemangat diri sendiri agar update lagi skill bahasa Inggrisnya.
Selain bahasa Inggris, skill bahasa yang harus diupdate adalah bahasa Jepang dan Mandarin. Saya sempat mempelajarinya saat duduk di bangku SMA – kuliah. Sayangnya karena nggak ada partner ngobrol, ya sudah deh menguap semua.
Adakah yang punya pengalaman seperti saya? Dulunya anak bahasa tapi sekarang kemampuan bahasa asingnya terbang entah ke mana? Nah, kalau sahabat bunda adakah bahasa yang ingin dikuasai?